Pada artikel sebelumnya kita telah membahas apa itu pompa kalor sumber tanah atau Ground Source Heat Pump (GSHP). Selain itu, kita juga telah membahas keunggulan dan kelemahan dari GSHP dibanding pompa kalor biasa. Kali ini kita akan mencoba mengenali lebih dalam lagi apa apa saja jenis-jenisnya.
Secara umum, Technology GSHP dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan sistem penukar panas yang digunakan. Yang pertama adalah pompa kalor sumber tanah siklus tertutup atau GSHP closed loop system. Sistem yang kedua adalah pompa kalor sumber tanah siklus tertutup atau GSHP open loop system. Berdasarkan aplikasinya, dapat dikelompokkan lagi kedalam beberapa jenis seperti pompa kalor sumber tanah hibrida.
Pompa kalor sumber tanah siklus tertutup atau GSHP closed loop system
Jenis pompa kalor ini adalah yang paling banyak digunakan. Pada sistem ini, ada dua siklus tertutup. Siklus yang pertama adalah siklus kompresi uap seperti pada pompa kalor pada umumnya. Siklus yang kedua adalah siklus fluida yang berfungsi untuk menukar panas dari siklus pertama. Siklus kedua ini memindahkan panas kedalam tanah (fungsi pendinginan) atau mengambil panas dari tanah (fungsi pemanasan).
Penukar panas Horizontal dan Vertikal
Pada umumnya, berdasarkan instalasi penukar panas bawah tanah, sistem ini dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu horisontal dan vertikal. Penukar panas vertikal memerlukan pengeboran untuk menempatkan pipa penukar panas. Biaya pengeboran inilah yang umumnya paling mahal diantara komponen biaya yang lain. Sedangkan untuk penukar panas horisontal, pipa penukar panas ditanam dalam parit-parit dangkal. Parit-parit tersebut dapat digali dengan menggunakan peralatan mekanis maupun tenaga manual. Oleh karenanya, biaya total instalasi GSHP dengan horisontal jauh lebih murah.
Sekalipun demikian, efisiensi termal pompa kalor sumber tanah dengan penukar panas horisontal secara umum lebih rendah dari pada sistem dengan penukar panas vertikal. Hal ini disebabkan karena temperatur tanah di permukaan sangatlah dipengaruhi oleh temperatur udara. Lain halnya dengan sistem berpenukar panas vertikal. Tanah dalam memiliki temperatur lebih stabil dan tidak terpengaruh variasi temperatur udara.
Peran penting air tanah pada penukar panas vertikal
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi efisiensi GSHP adalah nilai konduktifitas panas tanah (ground thermal conductivity). Parameter ini sering disimbolkan dengan simbol Yunani kuno λ (lamda) dan memiliki satuan daya per satuan panjang per satuan luas (satuan SI = Wm-1K-1). Semakin besar nilai lamda, semakin baik suatu bahan menghantarkan panas.
Kembali lagi ke tanah, tanah tersusun atas matrix dan rongga dengan porositas (perbandingan volume rongga dengan volume total) tertentu. Pada tanah kering, rongga tersebut berisikan udara. Sebaliknya pada tanah basah jenuh, semua rongga berisikan air. Zona dimana rongga tanah berisi air dengan persentase saturasi tertentu (lebih dari 0%, kurang dari 100%) disebut zona tak jenuh (unsaturatedatau vadose zone), sedangkan zona tanah dengan saturasi 100% disebut zona jenuh (saturated zone). Lebih detail lagi, transisi antara vadose zone dengan saturated zone disebut zona capillary fringe, dimana pada zone transisi ini, air tanah naik mengisi rongga tanah akibat gaya kapilari (capillary force).
Karena air memiliki konduktifitas panas 23 kali lebih besar daripada udara (air = 0.598 Wm-1K-1 dan udara = 0.02662 Wm-1K-1), tanah jenuh lebih baik daripada tanah kering. Penukar panas vertikal memungkinkan tarjadinya kontak antara pipa penukar panas dengan tanah jenuh air yang akan meningkatkan performa perpindahan panas ke dalam tanah.
Terlebih lagi, aliran air tanah akan menyebabkan perpindahan panas secara konveksi sehingga perpindahan panas ke dalam semakin efektif. Selain itu, aliran air tanah akan membuat penyebaran panas dalam tanah semakin cepat dan menjaga temperatur tanah di sekitar penukar panas tetap rendah.
Variasi penukar panas siklus tertutup
Terdapat beberapa macam tipe instalasi penukar panas dari pompa kalor sumber panas siklus tertutup. Salah satunya adalah pile heat exchanger system atau energy piles. Sistem ini digunakan untuk aplikasi GSHP di gedung-gedung bertingkat. Pada sistem ini, penukar panas dipasang bersama pondasi tiang pancang. Selain menghemat biaya instalasi, sistem ini juga mengatasi ketidak tersediaan lahan.
Variasi lain adalah dengan menempatkan (merendam) pipa penukar panas ke dalam danau, kolam ataupun sungai.
Pompa kalor sumber tanah siklus terbuka atau GSHP open loop system
Berbeda dengan siklus tertutup, pada pompa kalor sumber tanah siklus terbuka, air di-pompa ke permukaan untuk kemudian dilewatkan sedemikian rupa sehingga terjadi kontak dengan penukar panas dari siklus kompresi uap. Umumnya, sistem ini memakai pompa submersible untuk memompa air untuk dilewatkan dengan penukar panas utama pompa kalor dan kemudian dilepaskan kembali ke dalam tanah.
Pada aplikasinya, sistem ini bisa menggunakan satu sumur pompa jika tanah memiliki permeabilitas tinggi (mudah mengalirkan air). Air dipompa pada bagian dalam dan dikembalikan lai pada bagian yang lebih atas. Faktor kondisi lapisan tanah dan struktur geologi sangat berpengaruh untuk menentukan apakah sistem ini dapat deterapkan.
Di daerah dengan kondisi geologi yang memiliki akuifer tertekan (confined aquifer), jika muka potensiometrik berada diatas permukaan tanah, air secara alami keluar ke permukaan. Air yang memancar secara alami ini dapat dimanfaatkan dengan mengalirkannya ke penukar panas pada sistem terbuka. Dengan sistem ini, tidak diperlukan energi dan peralatan pompa untuk menggerakkan air ke permukaan, sehingga menekan biaya
Pompa kalor sumber tanah hibrida atau Hybrid-GSHP system
Pompa kalor sumber tanah hibrida menggabungkan beberapa keunggulan sistem. Pada sistem hibrida, energi kalor diatur sedemikian rupa sehingga untuk mengoptimalkan penggunaanya. Pada akhirnya, sistem ini memiliki efisiensi total lebih tinggi daripada pompa kalor sumber tanah biasa.
Misalnya pada aplikasi pendinginan ruangan, GSHP dengan sistem tertutup membuang panas ke dalam tanah. Pada daerah dimana fungsi pendinginan lebih diperlukan daripada pemanasan (misal di negara tropis), temperatur tanah berpotensi besar untuk terus meningkat. Akhirnya, efisiensi sistem pun menurun. Pada sistem hibrida, panas tersebut dapat dilewatkan ke penukar panas lain untuk keperluan lain, misalnya, menghangatkan air. Atau, dapat juga dilewatkan ke penyimpan energi termal untuk digunakan di lain waktu.
District energy heating and cooling system
Sistem ini mendistribusikan energi kalor melalui jaringan pada suatu distrik atau wilayah tertentu. Dengan sistem ini, energi kalor dapat didistribusikan ke/dari beberapa bangunan. Selain efisiensi yang tinggi dibandingkan pendingin atau pemanas ruangan sentral, sistem ini memiliki keunggulan lain yaitu meminimalisasi penggunaan tempat dan ruang pada bangunan. Pada sistem sentral, tiap bangunan, misalnya perkantoran dan gedung tinggi lainnya memiliki tower pendingin, pipa-pipa saluran dan sebagainya. Semua itu bisa diminimalisasi atau bahkan ditiadakan dengan penggunaan district energy system.