Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas mengenai pompa kalor dan pompa kalor sumber tanah. (Bagi pembaca yang belum membaca kedua artikel tersebut, disarankan untuk membacanya terlebih dahulu). Pada artikel kali ini kita akan membahas lebih detail mengenai keunggulan dan kelemahan dari pompa kalor sumber tanah, atau yang banyak disebut dengan Ground Source Heat Pum (GSHP) ataupun Ground Coupled Heat Pump.
Kata “keunggulan” ataupun “kelemahan” mempunyai makna perbandingan dengan objek/alat lain yang memiliki bentuk, fungsi dan/atau kegunaan yang sama. Ada berbagai macam aplikasi pompa kalor, seperti pemanas air, pendingin dan/atau pemanas ruangan (Air Conditioner/AC), mesin pembuat es, lemari es dan sebagainya. Untuk mempermudah diskusi, kita akan membatasi pada aplikasi pendingin/pemanas ruangan, atau AC.
Kunggulan pompa kalor sumber tanah dibanding dengan pompa kalor biasa
Lebih Hemat Energi
Pendingin ruangan GSHP mampu bekerja dengan efisiensi yang lebih tinggi. Artinya, Coefficient of Performance (COP) GSHP lebih besar daripada pendingin ruangan biasa. (Mengapa bisa? Baca juga ya artikel sebelumnya mengenai pompa kalor sumber tanah).
Pada umumnya GSHP tidak hanya digunakan untuk pendinginan, namun pemanas. Pada negara empat musim, konsumsi energi untuk pemanasan (penghangat ruangan) saat musim dingin lebih tinggi daripada saat musim panas (saat pendingin ruangan diperlukan). Oleh karena itu penggunaan GSHp akan sangat berdampak paada kebutuhan energi suatu negara.
Hemat biaya listrik
Dengan penggunaan GSHP yang lebih hemat energi, sudah pasti konsumsi listrik akan berkurang. Nominal penghematan listrik dibanding pendingin/pemanas ruangan biasa tergantung pada, pola pemakaian, kondisi lingkungan (temperatur, kondisi termal tanah dll), tarif listrik, dan sebagainya.
Mengurangi emisi karbon
GSHP ataupun pompa kalor biasa memerlukan input energi listrik. Di dunia ini, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik masih sangat tinggi. Oleh karenanya, dampak lingkungan yang disebabkan dapat dikurangi dengan penggunaan peralatan dengan efisiensi tinggi.
Mengurangi efek Urban Heat Island (UHI)
Urban Heat Island (UHI) atau bisa diterjemahkan sebagai “pulau panas perkotaan” adalah wilayah perkotaan (urban) yang lebih hangat daripada pedesaan (rural) dikarenakan limbah panas (waste heat) aktivitas manusia. Limbah panas ini dapat berasal dari bermacam macam sumber, seperti, msein kendaraan, pabrik, pembangkit listrik, penggunaan alat elektronik dan sebagainya.
Sesuai dengan hukum kekekalan energi, energi tidak dapat diciptakan atau dihancurkan, namun dapat di ubah (dikonversi) ke bentuk energi yang lain. Limbah panas tersebut terjadi akibat tidak sempurnanya konversi energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Pendingin ruangan misalnya, membuang panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Pada daerah perkotaan yang banyak gedung tinggi dan perkantoran, penggunaan pendingin ruangan biasa akan menyumbang limbah panas di atmosfer. Penggunaan GSHP, sebaliknya, akan menyimpan panas ke dalam tanah sehingga mengurangi efek UHI.
Dapat diintegrasikan dengan peralatan lain (Hybrid system)
Pertukaran panas pada pompa kalor atau pendingin ruangan biasa terjadi antara refrigeran dengan udara (didalam ruangan maupun diluar). Pada GSHP, pertukaran panas juga terjadi dalam antara refrigeran dengan fluida cair (air atau umumnya campuran air-Propylene Glycol). Fluida cari memiliki densitas, konduktifitas panas dan kapasitas panas yang lebih tinggi daripada udara.
Penggunaan fluida cair memungkinkan integrasi sistem GSHP untuk keperluan lain atau sistem hibrida. Temperatur air naik akibat menerima panas buangan dari ruangan. Air hangat (atau panas) memiliki energi lebih yang dapat dipakai untuk keperluan yang lain, sebagai contoh pemanasan air untuk mandi. Pada akhirnya, sistem ini dapat mengurangi pemakaian energi untuk pemanas air yang umumnya memakai gas Propana (LPG).
Di negara empat musim Eropa dan Amerika, dikenal sistem jaringan GSHP atau district heating. District heating sering disebut pula heat network atau teleheating. Umumnya fungsi pemanasan yang paling diperlukand ari sistem ini. Sistem ini memungkinkan pendistribusian panas melalui jaringan pipa ber-insulasi untuk kepentingan perumaham maupun yang lain. Sistem ini pada umumnya merupakan integrasi dari beebrapa sistem termal seperti GSHP, solar heating, boiler dan sebagainya.
Penggunaan GSHP memungkinkan penyimpanan energi termal
Pada negara empat musim, saat musim panas, kalor yang terbuang dari ruangan disimpan kedalam tanah, sehingga temperatur tanah naik. Sifat tanah yang memiliki kapasitas kalor tinggi dan konduktifitas termal yang rendah mampu mempertahankan temperatur tanah dalam jangka waktu cukup lama. Pada musim dingin, siklus GSHP dibalik untuk mengambil kalor yang tersimpan di tanah. Kalor tersebut kemudian digunakan sebagai pemanas ruangan maupun keperluan yang lain seperti penghangat air. Teknologi ini disebut dengan Underground Thermal Energy Storage (UTES) atau Aquifer Thermal Energy Storage (ATES)
Kelemahan pompa kalor sumber tanah dibanding dengan pompa kalor biasa.
Investasi mahal dan jangka waktu pengembalian investasi yang lama
GSHP memerlukan investasi yang besar, terutama untuk pembelian sistem dan biaya instalasi. Dari segi finansial, ini adalah masalah terbesar yang harus dihadapi sistem ini. Jika dibandingkan dengan pompa kalor atau pendingin ruangan biasa, akan perlu beberapa tahun untuk mencapai balik modal investasi dan biaya operasional.
Jangka waktu tersebut dipengaruhi berbagai faktor, seperti temperatur, kondisi ruangan, pemakaian, tarif listrik dan sebaginya. Namun demikian, nilai investasi setara pendingin ruangan biasa tercapai, biaya operasional akan jauh lebih murah.
Mengingat kesamaan teknologi dasar GSHP dengan pompa kalor biasa, banyak produsen dan peneliti berpendapat, harga sistem GSHP dapat ditekan ketika permintaan (demand) dari konsumen semakin tinggi. Salah satu penelitian terkini menyimpulkan bahwa perakitan (assembly) GSHP di negara berkembang seperti Asia Tenggara akan membantu menekan harga produk GSHP.
Pangsa pasar masih sangat terbatas
Pangsa pasar GSHP di dunia masih sangat rendah. Terlebih lagi pasar GSHP ada di negara-negara maju yang memiliku empat musim dan Pendapatan Domestik Bruto-per Kapita (PDB per kapita) tinggi. Penerapan teknologi GSHP di negara berkembang dan memiliki dua musim lebih sulit. Persaingan dengan pendingin ruangan biasa pun juga sangat kompetitif.
Tingkat kesulitan instalasi yang tinggi dan kompleks
Pemasangan pendingin ruangan biasa sangatlah mudah, banyak teknisi terlatih yang telah bersertifikat. Pemasangan GSHP sebaliknya, sangatlah kompleks. Terutama pada pemasangan penukar tanah di dalam tanah. Diperlukan pula pengeboran untuk sistem vertikal atau penggalian parit untuk sistem dangkal/horisontal.
Harga listrik sangat menentukan potensi penghematan biaya
Singkatnya, harga listrik yang tinggi akan memperbesar potensi penghematan biaya.
Terbatasnya kebijakan dan insentif dari pemerintah
Kebijakan dan insentif pemerintah diperlukan agar penggunaan GSHP semakin meluas. Kebijakan dan insentif tersebut dapat berupa potongan pajak, insentif untuk pengeboran dan pemasangan, cashback, dan sebagainya. Selain itu, dapat pula berupa penyuluhan-penyuluhan tentang konservasi energi maupun pengenalan teknologi GSHP.
Kebijakan dan insentif tersebut bukan hanya spesifik ditujukan untuk konsumen, melainkan produsen. Misalnya dengan pemberian modal penelitian, hibah dana penelitian dan kerjasama dengan lembaga penelitian nasional ataupun universitas.
Memerlukan tanah kosong untuk instalasi penukar panas dalam tanah
Bagi mereka yang mempunyai halaman kosong cukup, tidak masalah. Kana tetapi bagi mereka yang tinggal di apartemen atau perumahan padat penduduk, tentunya akan sulit untuk memasang sistem ini.
Khusus untuk penerapan teknologi GSHP di negara tropis dan berkembang seperti Indonesia, ada beberapa tantangan yang lain
Penggunaan GSHP di negara tropis hanya untuk pendingin tanpa fungsi pemanasan ruangan
Penggunaan GSHP untuk pendingin secara terus menerus akan membuat temperatur tanah semakin naik. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi termal sistem. Hal ini dapat dikurangi dengan menambah jumlah penukar panas yang ditanam ataupun variasi jenis penukar panasnya. Kehadiran air tanah juga dapat membantu memindahkan panas secara efektif dan merata.
Temperatur tanah tinggi akibat variasi temperatur udara tahunan yang kecil
Di negara empat musim, terdapat perbedaan temperatur udara yang mencolok antara musim panas dan dingin. Hal ini membuat temperatur tanah di sekitar 0-4 meter dari permukaan tanah juga bervariasi. Temperatur di kedalaman lebih dari 4 meter akan relatif stabil. Umumnya temperatur rata-rata pada 0-100 meter sekitar 14-170C.
Lain halnya di negara tropis seperti Indonesia, temperatur tanah (tanpa GSHP pun) berkisar antara 24-30 0C. Akibatnya, untuk beban kerja poma kalor yang sama, dapat dipastikan akan turun.
Pemasangan di gedung atau bangunan bersejarah akan lebih sulit
Instalasi penukar panas dalam tanah berpotensi menimbulkan masalah terkait dengan konservasi lahan atau bangunan bersejarah.
Pengetahuan masyarakat mengenai teknologi GSHP masih sangat minim
Masyarakat di negara tropis dan negara berkembang, seperti Indonesia masih belum mengetahui teknologi ini
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konservasi energi masih kurang
Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya konservasi energi masih kurang. Sebut saja misalnya, masih banyak yang mengatur temperatur pendingin ruangan dibawah 200C. Jika hal mendasar seperti ini saja masih belum paham, apa mungkin akan berpikir lebih jauh untuk mengganti pendingin ruangan biasa dengan GSHP
Baca juga artikel terkait penggunaan pendingin ruangan dan pentingnya konservasi energi